January 28, 2014

Hanya aku, dan kotak surat elektronik yang masih kosong

Jemariku bergerak lincah di atas keyboard laptopku-- atau kuharap begitu. 

Hai, kamu. 

Tadinya kukira aku dapat menuangkan segalanya dalam secarik email karena, hei, kau tahu aku menyukai surat. Menurutku surat merupakan satu-satunya media dimana kita bisa menyentuh kenangan (selain kamu tentunya), tapi rupanya persoalan ini begitu mendesak. Aku takkan sanggup bila harus mencari kotak pos terdekat, atau sekedar membeli perangko. 

Hai, kamu.

Apa kabar? Sedikit berbasa-basi tidak ada salahnya bukan? Bagaimana kehidupanmu sejak terakhir kali kau menghubungiku? Apakah nama lahirmu masih dilupakan?
Baik, mungkin sedikit flu. Tidak masalah menurutku. Kau mau jawaban jujur atau tidak? Dan untuk pertanyaan ini, kau akan menceritakan panjang lebar tentang orang-orang yang mulai menenggelamkan nama lahirmu dan memanggilmu dengan nama baru, tapi kau tidak akan mempermasalahkan hal itu.

Ya, aku yakin kau akan menjawab seperti itu, seperti dirimu yang biasanya. Ah, apakah benar aku masih diperbolehkan untuk mengenal dirimu yang biasanya? Atau kau mempunyai dirimu yang lain yang belum kau tunjukkan di depanku? Hai, senang berkenalan denganmu juga, dan lagi. Aku takkan keberatan.

Oh iya, persoalan yang mendesak, ya? Ah, bagaimana ya cara mengatakan (mengetik)-nya? Aku bukanlah tipikal orang yang pintar dalam merangkai kata, tapi kamu tak akan menemukan diriku mengatakan hal ini langsung di hadapanmu. Kontradiksi lagi bukan? Aku tak akan mengatakan aku merindukanmu, ataupun mengetiknya. Tapi-- oh, aku baru saja melakukannya.

Hai, kamu.

Tidak ada apa-apa. Ini hanya aku. Oh, mungkin aku harus menghapus tulisan ini.

No comments:

Post a Comment