February 13, 2012

Biar

"kalau saja kekuatan kosmik mampu stagnan di satu titik, maka..." - Dee

Mereka berpikir, aku benar-benar bodoh. Mencoba menggenggam harapan yang ikut terbang bersama angin, dengan tangan kosong.

Ya, aku tahu. Tapi biarlah, biarlah begini. Biarlah, mencintai diam-diam, sambil merangkap merelakan. Biarlah, biarkan perasaan ini mengalir apa adanya, sampai ia berujung di samudera, entah di mana. Sampai saat itu tiba, biarlah.

Dan ketika suatu saat ada seseorang yang bertanya "Kenapa?" kepadaku, aku akan menjawab "Aku menunggu, menunggu terjadinya pergerakan, menunggunya mengingat perkataannya". Biarkan aku menunggumu, menunggu sampai kamu ingat, sembari menunggu sampai aku lupa.

Ternyata benar, ini yang dinamakan timpang sebelah, berat di aku, ringan di kamu. Neracanya tidak seimbang. Akuilah, meski dulu kamu selalu membantahnya. Fakta berbicara, kata-kata manismu tidak lagi berperan saat ini. Kamu gagal membuktikan kata-katamu, tidak ada tindakan signifikan yang kamu lakukan, hanya janji manis, tak ubahnya kampanye pemilu. Ini seperti kamu mengajakku pesiar naik balon udara, lalu tiba-tiba kamu mendorongku keluar, dan memberikan parasutnya ke orang lain, sambil mengucapkan "Hati-hati di jalan, Sayang, sampai ketemu, oh iya awas, anginnya kencang lho". Entahlah, aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiranmu.

How much is your sincerity?

Aku tak tahu, benar, kupikir aku mengenalmu luar dalam, tapi mungkin aku hanya mengenalmu sesuai dengan yang aku inginkan. Mungkin. Semudah itu bagimu, mungkin kamu berpikir hati itu seperti bolpen, kalau isinya habis yang perlu kamu lakukan hanya beli refill, atau bolpen baru.


Mature is what?

Aku juga tidak tahu. Kalau dewasa itu berarti bisa mengingkari janji semudah membuatnya, kurasa aku lebih suka menjadi anak kecil. Kalau dewasa itu berarti hanya tampak luarnya saja, kurasa kamu salah. Kamu tidak tahu, orang yang terlihat selalu memasang senyum dan kekanak-kanakan mungkin sedang memikul beban yang berat. Kamu tidak tahu apa yang tersembunyi di balik sebuah senyum, aku pun. Kita tidak pernah tahu.

Dan aku tidak tahu, mau di kemanakan perasaan ini. Akan berujung di mana, akankah berakhir bahagia seperti di komik-komik cewek atau novel metropop pada umumnya.

Kalau rasa itu masih tetap ada, mungkin ini artinya kita berada dalam lingkaran yang sama. Yah, berharap tidak ada salahnya. Tapi.. ternyata menunggu itu menyakitkan. Ralat, menunggu sendirian itu menyakitkan.
Biarkan saja semuanya hanyut dalam aliran sungai,lalu dihembuskan angin.
Ah, sudahlah.

No comments:

Post a Comment